Serikat Pekerja Berniat Dirikan Partai Politik
Berbagaikebijakan ke tenagakerjaan yang diterbitkan pemerintah selama
ini dinilai belum optimal melindungi hak-hak kaum pekerja. Sehingga
saat ini kaum pekerja, khususnya di sektor formal, belum dapat hidup
sejahtera. Kaum pekerja hanya diposisikan sebagai penonton atas
pertumbuhan perekonomian Indonesia yang tergolong tinggi diantara negara
lain di dunia. Padahal, pekerja berperan penting menggerakan
perekonomian di sebuah negara, tak terkecuali Indonesia.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
mewacanakan agar pekerja tidak lagi hanya mengandalkan kontrak politik
dengan partai-partai politik (parpol) yang ada, tetapi juga mulai
berpikir untuk mendirikan parpol sendiri.
Iqbal menjelaskan produktifitas pekerja di Indonesia tak kalah
dibandingkan dengan negara lainnya. Namun, perbandingan itu harus
dilakukan setara seperti produk mobil yang diproduksi di Indonesia lebih
laku dipasaran ketimbang yang diproduksi di Thailand. Padahal mobil itu
diproduksi oleh satu perusahaan yang sama, asal Jepang. Begitu pula
sebuah perusahaan tambang multinasional yang beroperasi di Papua, mampu
menyumbang 30 persen dari seluruh keuntungan perusahaan yang bermarkas
di Amerika Serikat itu.
Kemudian, Iqbal menyebut dengan daya beli yang dimiliki, konsumsi
kaum pekerja berkontribusi terhadap bergeraknya perekonomian Indonesia.
Sayangnya, penghargaan yang diberikan kepada kaum pekerja di Indonesia
minim. Sebab, masih banyak kaum pekerja yang kesulitan memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Oleh karena itu Iqbal berpendapat kaum pekerja bukan hanya perlu
melek hukum ketenagakerjaan tapi juga politik. Sehingga dapat melindungi
hak-haknya sebagai pekerja sekaligus warga negara. Makanya serikat
pekerja dituntut mampu memberikan kesadaran politik kepada kaum pekerja.
Selaras hal tersebut untuk menghadapi Pemilu 2014, serikat pekerja,
khususnya yang tergabung dalam KSPI berupaya menjalin kontrak politik
dengan partai politik yang mau mengakomodir kepentingan pekerja. Bahkan
meminta jatah menteri untuk diduduki oleh kader dari serikat pekerja.
Namun ke depan, Iqbal yakin serikat pekerja bakal menentukan arah kebijakan Indonesia. Menurutnya hal itu telah dibuktikan oleh sejarah
berdirinya Republik Indonesia yang tak lepas dari gerakan kaum pekerja.
Bahkan ia melihat di berbagai negara maju, peran kaum pekerja di
pemerintahan sangat berpengaruh. Seperti German, Inggris, Australia,
Jepang dan Singapura. Salah satu cara mewujudkan harapan itu dapat
ditempuh lewat partai politik (parpol).
Iqbal menjelaskan, sejak Pemilu 1999 bermunculan parpol yang
didirikan pimpinan serikat pekerja. Namun, setiap ikut menjadi peserta
Pemilu parpol yang mengidentifikasi dirinya sebagai wadah kaum pekerja
itu tidak pernah meraih suara yang signifikan.
Menurut Iqbal faktor utama yang menyebabkan parpol tersebut gagal
karena tidak mampu meraih simpati dari kaum pekerja. Sebab parpol itu
didirikan bukan berdasarkan kehendak kaum pekerja yang menjadi basis
massa tapi syahwat politik pimpinan serikat pekerja yang mendirikan
parpol tersebut. Ujungnya, parpol itu selalu gagal dalam Pemilu.
“Kegagalan parpol buruh selama ini karena tidak dilahirkan dari
kepentingan anggotanya tapi pemimpinnya,” katanya dalam diskusi di FISIP
UI, Depok, Selasa (25/3).
Sejalan hal itu Iqbal menekankan untuk mendirikan sebuah parpol, ada
tahapan yang harus ditempuh serikat pekerja. Pertama, mendorong semua
pekerja untuk berserikat dan berorganisasi. Sehingga kaum pekerja dapat
teridentifikasi dalam sebuah kelas yang independen. Sekalipun serikat
pekerja mampu mendirikan parpol bukan berarti serikat pekerja tunduk
pada parpol tersebut. Sebab, serikat pekerja bukan hanya berjuang secara
politik tapi juga di tingkat perusahaan. Oleh karenanya independensi
serikat pekerja harus dijaga.
Kedua, menurut Iqbal perlu membangun kesadaran politik kepada anggota
serikat pekerja untuk aktif dalam setiap perjuangan yang dilakukan,
terkait ketenagakerjaan ataupun kebijakan publik. Misalnya, patuh
membayar iuran untuk setiap kegiatan yang dilaksanakan seperti melakukan
demonstrasi. Ketiga, harus ada pendidikan ideologis untuk memperkuat
pemahaman kaum pekerja terhadap kelasnya.
Selain itu harus dibentuk tim khusus untuk melakukan pengkajian
apakah anggota serikat pekerja menginginkan pembentukan parpol atau
tidak. Namun, sekalipun parpol sudah terbentuk Iqbal menyadari tidak
otomatis kaum pekerja mampu berkuasa di tingkat eksekutif dan
legislatif. Sebab butuh proses panjang untuk mencapainya. “Jadi kalo
kita bisa konvensi bentuk parpol berdasarkan keinginan kaum pekerja,
kemudian kita punya dua juta (basis massa) bisa jadi parpol peringkat
menengah,” urainya.
Tak Akomodasi Pekerja
Hal senada dikatakan Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Sjukur Sarto. Menurutnya, kegagalan parpol buruh pada Pemilu sebelumnya dikarenakan tidak mengakomodasi kepentingan kaum pekerja. Selain itu, ia menilai pekerja cenderung mendukung parpol yang mau mengakomodasi tuntutan mereka. Seperti menolak upah murah dan menghapus outsourcing.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Sjukur Sarto. Menurutnya, kegagalan parpol buruh pada Pemilu sebelumnya dikarenakan tidak mengakomodasi kepentingan kaum pekerja. Selain itu, ia menilai pekerja cenderung mendukung parpol yang mau mengakomodasi tuntutan mereka. Seperti menolak upah murah dan menghapus outsourcing.
Sarto mencatat ada empat parpol buruh yang menjadi peserta Pemilu
1999, dua parpol pada Pemilu 2004 dan 2009. Tapi 2014 tak ada satupun
parpol buruh yang lolos menjadi peserta Pemilu. Menurutnya, kondisi itu
menunjukan parpol yang menggunakan nama pekerja tidak mampu meraih
dukungan signifikan dari kaum pekerja. Sehingga gagal mendapat kursi di
parlemen. “Kaum pekerja itu asal dipenuhi kemauannya pasti parpol yang
mengakomodir kepentingan itu akan diikuti (didukung pekerja,-red),”
ucapnya.
Sarto menyebut ada sekitar 192 orang yang berhasil menduduki kursi
parlemen di daerah. Beberapa diantaranya menjabat sebagai Bupati dan
anggota DPR. Namun, pengurus KSPSI yang memangku jabatan publik itu
tidak menggunakan parpol buruh sebagai kendaraan politknya, melainkan
menggunakan organisasi masyarakat (ormas) yang kuat. “Parpol pekerja
nggak laku karena tidak mengutamakan kepentingan pekerja,” tuturnya.
Ketua Umum Partai Rakyat Pekerja (PRP), Anwar Ma’ruf, mengatakan kaum
pekerja harus berpolitik. Ia mengatakan dengan berpolitik maka kaum
pekerja dapat meraih kekuasaan. Kemudian mendorong terciptanya kebijakan
yang mendukung kesejahteraaan pekerja baik itu sektor industri, petani,
nelayan, informal dan orang miskin.
Melihat kondisi yang ada, ia memperkirakan pada Pemilu 2014 kaum
pekerja di Indonesia belum bisa mendirikan parpol. Tapi pada Pemilu 2019
harus ditargetkan kaum pekerja sudah punya parpol sendiri. “Pemilu 2019
buruh harus bikin parpol dan memenangkan Pemilu,” tegasnya.
Dosen Politik Perburuhan FISIP UI, Cosmas Batubara, berpendapat
gerakan pekerja kerap bersinggungan dengan politik. Kondisi itu sudah
terjadi di masa sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Serikat pekerja
mulai ada di Indonesia sejak 1879, ditandai dengan lahirnya beberapa
organisasi pekerja seperti Serikat Pekerja Guru Hindia Belanda.
Pertumbuhan serikat pekerja semakin meningkat di tahun 1917.
Pada masa pemerintahan orde lama, Cosmas menjelaskan semua parpol
peserta Pemilu 1955 mendirikan serikat pekerja. Bahkan untuk
meminimalisir pengaruh Partai Komunis Indonesia yang ketika itu
memayungi serikat pekerja SOBSI, Perdana Menteri Natsir sempat melarang
kegiatan mogok kerja.
Bahkan ada yang menyebut kebijakan itulah yang mengakibatkan kabinet
Natsir jatuh. Kemudian di masa orde baru, serikat pekerja mulai lepas
dari parpol dan dijadikan satu wadah yaitu SPSI. Pada era reformasi,
Cosmas menandaskan, pemerintah Habibie meratifikasi bermacam konvensi
ILO dan tertuang dalam berbagai peraturan. Salah satunya UU Serikat
Pekerja.
Merujuk sejarah itu, Cosmas menilai kaum pekerja harus menentukan
parpol dan capres mana yang akan dipilih untuk mengakomodir kepentingan
mereka. Ia memperkirakan ke depan tidak menutup kemungkinan kaum pekerja
mendirikan parpol sendiri. Apalagi arah perekonomian Indonesia menuju
industri sehingga memperbesar jumlah kaum pekerja. “Di tahun yang akan
datang kehadiran parpol buruh itu peluang kemunculannya lebih besar,”
pungkasnya.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53319ce5e12bd/serikat-pekerja-berniat-dirikan-partai-politik
Tidak ada komentar