Dipaksa Membuat Perjanjian “Tidak Akan Bekerja Pada Perusahaan Sejenis” Saat Resign
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.
Bolehkah perusahaan memaksa untuk membuat perjanjian saat kita mau mengundurkan diri, untuk tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah kita mengundurkan diri?
Bolehkah perusahaan memaksa untuk membuat perjanjian saat kita mau mengundurkan diri, untuk tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah kita mengundurkan diri?
Sebelumnya,
kami berasumsi bahwa pekerja yang Anda maksud itu mengundurkan diri
atas dasar kehendaknya sendiri. Mengenai pekerja yang mengundurkan diri
atas kehendaknya sendiri dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 162 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Lebih lanjut, dalam Pasal 162 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan mengenai syarat-syarat bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri:
“Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. mengajukan
permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.”
Selain
itu, pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas
kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial [Pasal 162 ayat (4) UU Ketenagakerjaan].
Mengacu
pada hal-hal di atas, jadi apabila pekerja yang bersangkutan telah
memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, maka ia dapat mengundurkan
diri. Hal ini karena dari sejumlah persyaratan di atas, tidak ada
kewajiban tambahan yang wajib dilakukan oleh pekerja yang mengundurkan
diri, termasuk kewajiban membuat perjanjian tertentu. Sepanjang pekerja
memenuhi persyaratan di atas, maka ia dapat mengundurkan diri.
Sebagai informasi, klausula yang Anda sebutkan yaitu klausula "untuk tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah mengundurkan diri" merupakan klausula non-kompetisi (non-competition clause atau non-compete clause).
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Masalah Klausul Non-Kompetisi (Non-Competition Clause) dalam Kontrak Kerja,
klausula non-kompetisi ini bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan
karena pada dasarnya setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan
yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang
adil. Oleh karena itu, klausula non-kompetisi pada dasarnya tidak dapat
diberlakukan. Penjelasan lebih lanjut, dapat Anda baca dalam artikel
tersebut.
Dilihat
dari segi hukum perdata tentang perjanjian, suatu perjanjian itu tidak
boleh dibuat karena paksaan. Untuk lebih jelasnya, kita perlu ketahui
tentang syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Keabsahan Perjanjian yang Dibuat di Bawah Ancaman,
syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, sedangkan syarat
ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Jika syarat subjektif tidak
terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika
syarat objektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi
hukum.
Kemudian, dalam Pasal 1321 KUHPer dikatakan bahwa tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Dari sini kita bisa ketahui bahwa jika pekerja dipaksa untuk sepakat
pada suatu perjanjian untuk tidak bekerja di perusahaan sejenis setelah
ia mengundurkan diri dari tempat kerjanya yang terdahulu, maka
perjanjian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Mengenai apa yang dimaksud dengan paksaan itu sendiri, dapat dilihat dalam Pasal 1324
yang mengatakan bahwa paksaan telah terjadi jika perbuatan tersebut
sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat,
dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang
tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian
yang terang dan nyata. Di samping itu, berdasarkan Pasal 1325 KUHPer, paksaan
juga mengakibatkan batalnya suatu perjanjian jika paksaan itu dilakukan
terhadap suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis ke atas
maupun ke bawah.
Menjawab
pertanyaan Anda dengan mengacu pada hal-hal di atas, perusahaan tidak
dibenarkan untuk memaksa pekerja untuk membuat perjanjian yang dimaksud.
Apabila perjanjian tersebut dilakukan dengan paksaan, maka perjanjian
tersebut tidak sah.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5327f77c4c646/dipaksa-membuat-perjanjian-%E2%80%9Ctidak-akan-bekerja-pada-perusahaan-sejenis%E2%80%9D-saat-resign
Tidak ada komentar