Breaking News

Buruh Ancam Aksi besar Saat sidang WTO

Sidang WTO



















Banyak yang mengira setelah Gubernur menandatangani surat keputusan kenaikan upah minimum Tahun 2014, buruh akan mengendurkan perlawanannya. Pada kenyataannya, anggapan tersebut salah. Karena mulai hari ini hingga beberapa hari kedepan, diberbagai daerah buruh akan kembali turun kejalan. Mogok daerah pun menjadi pilihan.


Menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia yang juga menjadi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, pemicu upah murah itu adalah Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dan Permenaketrans Nomor 07 Tahun 2013. Oleh karena itu elemen buruh mendesak Presiden SBY dan Menakertrans segera mencabut Inpres dan Permenakertrans tersebut.

Selama Inpres dan Permenakertrans tidak dicabut, maka upah layak sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi hanyalah sebatas mimpi. Dan sudah barang tentu, jika kemudian buruh terus menerus melakukan aksi hingga tuntutannya terpenuhi.

“Jika Anda mengetahui sedang dimiskinkan secara struktural oleh sebuah kebijakan, maka Anda pasti akan melawan kebijakan itu. Tak ada manusia waras dimuka bumi ini yang bersedia dibuat miskin oleh orang lain.”

Hari ini (25 November 2013), misalnya, buruh Tangerang juga akan melakukan aksi didua tempat. Untuk Kabupaten Tangerang aksi dipusatkan di Puspemkab Tangerang Tigaraksa. Satu lagi aksi akan digelar di Puspemkot Tangerang.

Tak hanya di Tangerang. Aksi besar rencananya juga akan digelar serempak di daerah padat industri seperti Jakarta, Bogor, Bekasi, Purwakarta, Bandung dan lainnya. “Khusus di Jakarta, dipastikan kawasan Sunter, Pegangsaan, Marunda, Pelabuhan Tanjung Priok, Cakung, Pulogadung akan stop produksi,” ujar Iqbal.
Jika pemerintah tidak bergeming, buruh mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran bertepatan dengan sidang WTO yang berlangsung di Bali pada tanggal 3 – 6 Desember 2013.
Mengapa aksi-aksi seperti ini masih terus dilakukan?

Karena, memang, bagi buruh, upah sebesar itu belumlah mencerminkan rasa keadilan. Dalam hitungan kita, setelah dikuranggi ongkos transportasi, sewa rumah, makan, hanya tersisa Rp 300 ribu per bulan. Dengan sisa gaji sebesar itu, buruh akan sulit untuk bisa hidup layak di Jakarta dan kota besar lainnya.
Apakah buruh tidak khawatir dengan kenaikan upah akan memicu PHK besar-besaran?

Menurut Iqbal, kekhawatiran seperti itu tidaklah beralasan. “Tidak mungkin terjadi pengurangan tenaga kerja (PHK) di tahun 2014 akibat kenaikan upah minimum ini karena pemerintah telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,9%, yang berarti masih tetap ada penyerapan tenaga kerja dan terbukanya lapangan pekerjaan,” tutupnya

Bisa jadi, jika ada PHK yang dilakukan, itu bukan karena ketidakmampuan mereka dalam membayar UMK. Tetapi lebih karena ketidakinginan mereka untuk membayar upah lebih baik dari yang sekarang.
Tunggu apa lagi? Mari kita bergerak untuk memastikan upah di Indonesia menjadi layak dan tak jauh tertinggal dengan Negara-negara yang lainnya.

Tidak ada komentar