Kemenkes Siapkan Revisi Tarif JKN
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengakui program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) belum berjalan sempurna selama tiga bulan pelaksaannya.
Karena itu, pemerintah terus melakukan perbaikan, termasuk dukungan
regulasi. Salah satu yang kini dilakukan adalah menyusun revisi
Permenkes No. 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelengaraan Program Jaminan Kesehatan.
Permenkes yang mengatur mekanisme pembayaran tarif JKN kepada
Puskesmas, klinik, dokter dan Rumah Sakit (RS) itu akan diperbaiki,
terutama besaran tarif INA-CBGs. Sebab, selama ini besaran tarif
INA-CBGs dinilai minim. “Tarif INA-CBGs akan diperbaiki. Permenkes No.
69 Tahun 2013 nanti direvisi,” katanya dalam seminar di gedung
Kementeriaan Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) di Jakarta,
Jumat (28/3).
Selain merevisi besaran tarif, Nafsiah mengatakan Kemenkes melakukan
sosialisasi kepada fasilitas kesehatan dan organisasi profesi agar
memahami bagaimana pola pembayaran INA-CBGs. Sistem INA-CBGs, kata dia,
sebenarnya bukan hal baru bagi RS karena sudah digunakan sejak tahun
2010. Namun sebagian RS swasta kerap menggunakan pola pembiayaan yang
berbeda dengan INA-CBGs yaitu Fee For Service (FFS).
Tapi sekalipun sudah menerapkan INA-CBGs Nafsiah menemukan ada RS
yang belum sempurna menerapkannya. Misalnya, sistem INA-CBGs menuntut RS
untuk melakukan pelayanan secara efektif dan efisien. Namun, efektif
dan efisien itu kerap diartikan dengan penurunan pelayanan sehingga
tidak memberi kepuasan kepada pasien. Oleh karenanya sampai saat ini
Kemenkes gencar melakukan sosialisasi tentang pola pembayaran INA-CBGs.
Walau begitu Nafsiah menjelaskan tidak sedikit RS yang berhasil
menggunakan pola INA-CBGs dan surplus. Dari data Kemenkes ia mencatat
dari 5 RS kelas A yang melapor, semuanya mengalami surplus. Kemudian
dari 55 RS tipe B, 53 diantaranya surplus dan 2 RS minus. Lalu 159 RS
tipe C mengalami surplus sedangkan 6 RS minus. Untuk 105 RS tipe D, 102
surplus dan sisanya minus. Hal itu juga dialami RS swasta, seperti
An-Nisa di Tangerang yang surplus 19 persen untuk rawat inap dan 32
persen rawat jalan. Untuk RS yang mengalami minus, tim dari Kemenkes
diterjunkan untuk melakukan pendampingan.
Pada kesempatan yang sama Sekjen KAJS sekaligus Presiden KSPI, Said
Iqbal, mengatakan sistem INA-CBGs menjadi salah satu penghambat
beroperasinya program JKN yang digelar BPJS Kesehatan. Sehingga, banyak
RS yang belum mau melayani peserta BPJS Kesehatan. Ia mengusulkan agar
pola pembiayaan FFS masih digunakan untuk RS tertentu yang selama ini
melayani peserta sebelum dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Jika masih tetap menggunakan INA-CBGs, Iqbal menuntut agar Permenkes
tentang Tarif JKN segera direvisi. “UU SJSN dan BPJS mengamanatkan
jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat dengan unlimited biaya dan
seluruh jenis penyakit ditanggung,” tegasnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengakui pembayaran
klaim sangat penting karena mempengaruhi operasional fasilitas kesehatan
seperti klinik dan RS. BPJS Kesehatan berkomitmen untuk membayar klaim
kepada fasilitas kesehatan tepat waktu. Apalagi regulasi mengamanatkan
BPJS Kesehatan untuk membayar klaim paling lambat 15 hari sejak klaim RS
diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan. Selaras hal itu BPJS Kesehatan
punya kebijakan untuk memberikan uang muka klaim sampai 50 persen kepada
RS.
Fachmi mengaku bingung karena sampai sekarang ada 14 RS yang belum
mengajukan klaim bulan Januari kepada BPJS Kesehatan. Jika klaim itu tak
segera diajukan BPJS Kesehatan akan kesulitan untuk membayar klaim
karena tidak tahu berapa besaran yang harus dibayar. Selain itu BPJS
Kesehatan terancam mendapat rapor merah dari Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UK4) jika klaim itu tidak
segera dibayar. “Kami mendesak RS trersebut untuk segera mengajukan
klaim,” ucapnya.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53340a138e2be/peraturan-cob-bpjs-kesehatan-harus-segera-diterbitkan
Tidak ada komentar