Breaking News

BPJS Bisa Cekal Pengusaha Jika Langgar Regulasi Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM akan mencekal pengusaha nakal yang tidak mengikutkan karyawannya menjadi peserta lembaga jaminan sosial. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 89 Tentang Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Kepatuhan BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Jefry Haryadi mengatakan setelah Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan memiliki kewenangan memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak patuh terhadap regulasi mengenai jaminan sosial khususnya terhadap pekerja. Dia menjelaskan dalam penerapan sanksi tersebut akan bekerja sama dengan berbagai instansi yang berwenang.
Misalnya, pencabutan paspor atau pencekalan ke luar negeri, BPJS Ketenagakerjaan akan bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Sementara soal perizinan usaha akan bekerja sama dengan pemprov dan pemkab/pemkot.
“Jadi, kami tidak bisa jalan sendiri, harus menggandeng instansi lain,” kata Jefry kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (31/3).

Jefry mengungkapkan langkah tersebut akan terealisasi paling lambat pada 1 Juli 2015, setelah BPJS Ketenagakerjaan beroperasi penuh. Saat ini pihaknya sedang melakukan sosialisasi dan edukasi massif kepada seluruh elemen yang berkepentingan.
“Kami akan kumpulkan pengusaha, pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan serta serikat pekerja untuk memberikan edukasi mengenai pentingnya jaminan sosial serta memperkenalkan BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Bukan hanya kepada pengusaha, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Junaedi mengatakan sudah memiliki daftar perusahaan BUMN yang masih memperkerjakan pegawainya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Namun dia mengaku untuk melanjutkan sampai ke proses penindakan berupa sanksi masih belum diatur dalam peraturan pelaksana. Dia pun mengaku pengaturan sanksi kepada perusahaan BUMN sangat diperlukan karena jangan sampai ketika sudah diungkap BPJS Ketenagakerjaan tetapi tidak ada tindak lanjutnya.
“Ya, kalau sudah diumumkan perusahaan BUMN yang melanggar, kemudian tidak ada pengaturan untuk pengenaan sanksi mau bagaimana lagi, cuma diumumkan saja? Kan tidak,” kata Junaedi.
Junaedi mengatakan saat ini BPJS Ketenagakerjaan sedang mendesain mekanisme skenario penindakan berupa sanksi bagi perusahaan BUMN yang melanggar ketentuan. Tahap awal BPJS Ketenagakerjaan akan menegur perusahaan BUMN. Tahap kedua, BPJS Ketenagakerjaan akan menindaklanjuti ke Kementerian BUMN. Tahap ketiga, BPJS Ketenagakerjaan meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencekal Direksi BUMN. Dia menambahkan pada pencekalan tersebut, proses sanksi akan terus berjalan.
Junaedi juga menginginkan BPJS Ketenagakerjaan memiliki kewenangan sebagai penyidik, yang dalam pelaksanaanya BPJS Ketenagakerjaan masuk ke perusahaan BUMN untuk mendata jumlah dan gaji tenaga kerja yang diterima. Pasalnya dari 140 perusahaan BUMN diindikasikan ada penyimpangan data-data tenaga kerjanya.
Misalnya, dia mencontohkan perusahaan BUMN melaporkan gaji tenaga kerja sebesar Rp5 juta tetapi data yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan gaji tenaga kerja hanya Rp2 juta, hal itu masuk dalam kategori Perusahaan Daftar Sebagian Upah (PDSU).
Kemudian terkait jumlah tenaga kerja, perusahaan BUMN juga ada indikasi penyimpangan data. Data yang dilaporkan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 500 tenaga kerja padahal data yang diterima BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 1.000 tenaga kerja, hal itu masuk dalam kategori Perusahaan Daftar Sebagian Tenaga Kerja (PDSTK).
“Data-data itu kan penting untuk kepesertaan,” kata Junaedi.
http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=5203

Tidak ada komentar