Buruh menolak Omnibus Law, apa saja isi RUU itu ?
Suasana Demo buruh terkait Omnibus Law 20 Januari 2020 |
SIARAN PERS KSPI: 20 JANUARI 2020
TOLAK OMNIBUS LAW DAN KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN, HARI INI BURUH DATANGI DPR RI
KSPI: PERSOALAN UTAMA INVESTASI ADALAH KORUPSI, TAPI KENAPA HAK BURUH YANG DIKEBIRI
Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020).
Tidak hanya di Jakarta, gerakan penolakan, serentak juga dilakukan di berbagai provinsi lain di Indonesia. Misalnya Aceh, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo.
Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.
Said Iqbal khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Hal ini jika dalam praktiknya nanti, omnibus law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal.
Menurut World Economic Forum, kata Said Iqbal, dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Harian KSPI Muhamad Rusdi mengatakan, masuknya investasi asing disertai dengan pemberian berbagai insentif adalah strategi pemerintah Jokowi di periode pertama. Ini terlihat dengan adanya 16 paket kebijakan ekonomi hingga terbitnya PP 78/2015 tentang Pengupahan yang membatasi kenaikan upah.
"Hasilnya, kebijakan tersebut dinilai gagal menggaet investasi sesuai target. Pertanyaannya mengapa strategi yang gagal tersebut akan diulangi kembali?" Kata Rusdi.
"Kebijakan pemerintah menerbitkan PP 78/2015 untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan masyarakat. Selain itu juga berdampak pada stagnannya angka konsumsi rumah tangga," lanjutnya.
Daya beli yang menurun, kata Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi. Seperti kenaikan BBM, listrik, gas, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Itulah sebabnya, kami juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tegasnya.
"Upah yang dibatasi dan pencabutan subsidi membuat turunnya daya beli buruh formal dan informal (130 Juta jiwa). Sehingga kaum pekerja yang jumlahnya ratusan juta itu tidak bisa menyerap atau membeli produk hasil industri, UKM, dan jualan kaki lima. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pun terhambat."
"Kalau daya beli meningkat, maka konsumsi akan meningkat. Dan ketika konsumsi meningkat, maka hal itu akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi," kata Rusdi.
Untuk itu, KSPI meminta agar Negara harus berpihak dan melindungi kaum buruh dan rakyat kecil yang lain. Negara tidak boleh abai. Apalagi justru lebih kuat keberpihakannya kepada para pengusaha hitam yang cenderung semena mena.
Dengan mendatangi DPR RI dan DPRD di berbagai provinsi di Indonesia, KSPI mendesak para wakil rakyat agar berpihak kepada rakyat. Dengan menolak regulasi atau kebijakan yang berpotensi merugikan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
TOLAK OMNIBUS LAW DAN KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN, HARI INI BURUH DATANGI DPR RI
KSPI: PERSOALAN UTAMA INVESTASI ADALAH KORUPSI, TAPI KENAPA HAK BURUH YANG DIKEBIRI
Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020).
Tidak hanya di Jakarta, gerakan penolakan, serentak juga dilakukan di berbagai provinsi lain di Indonesia. Misalnya Aceh, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo.
Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.
Said Iqbal khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Hal ini jika dalam praktiknya nanti, omnibus law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal.
Menurut World Economic Forum, kata Said Iqbal, dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Harian KSPI Muhamad Rusdi mengatakan, masuknya investasi asing disertai dengan pemberian berbagai insentif adalah strategi pemerintah Jokowi di periode pertama. Ini terlihat dengan adanya 16 paket kebijakan ekonomi hingga terbitnya PP 78/2015 tentang Pengupahan yang membatasi kenaikan upah.
"Hasilnya, kebijakan tersebut dinilai gagal menggaet investasi sesuai target. Pertanyaannya mengapa strategi yang gagal tersebut akan diulangi kembali?" Kata Rusdi.
"Kebijakan pemerintah menerbitkan PP 78/2015 untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan masyarakat. Selain itu juga berdampak pada stagnannya angka konsumsi rumah tangga," lanjutnya.
Daya beli yang menurun, kata Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi. Seperti kenaikan BBM, listrik, gas, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Itulah sebabnya, kami juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tegasnya.
"Upah yang dibatasi dan pencabutan subsidi membuat turunnya daya beli buruh formal dan informal (130 Juta jiwa). Sehingga kaum pekerja yang jumlahnya ratusan juta itu tidak bisa menyerap atau membeli produk hasil industri, UKM, dan jualan kaki lima. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pun terhambat."
"Kalau daya beli meningkat, maka konsumsi akan meningkat. Dan ketika konsumsi meningkat, maka hal itu akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi," kata Rusdi.
Untuk itu, KSPI meminta agar Negara harus berpihak dan melindungi kaum buruh dan rakyat kecil yang lain. Negara tidak boleh abai. Apalagi justru lebih kuat keberpihakannya kepada para pengusaha hitam yang cenderung semena mena.
Dengan mendatangi DPR RI dan DPRD di berbagai provinsi di Indonesia, KSPI mendesak para wakil rakyat agar berpihak kepada rakyat. Dengan menolak regulasi atau kebijakan yang berpotensi merugikan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Selain itu, KSPI juga melakukan penolakan atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku per 1 Januari lalu. "Dalam aksi ini, KSPI bersama-sama dengan elemen serikat pekerja yang lain akan menyuarakan sikap pekerja Indonesia menolak Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tulis Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono.
========================================================================
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja memang menimbulkan kontroversi dalam penyusunannya. Berbagai pihak menilai RUU sapu jagat tersebut tak ramah dengan pekerja. Dalam pembahasan di tataran pemerintahan pun, RUU ini mengalami proses yang cukup alot hingga pengajuannya ke DPR pun molor dari yang seharusnya Desember 2019 hingga baru akan diserahkan ke DPR pada Senin ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengatakan, pihaknya telah mendapat persetujuan mengenai poin-poin dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dari kalangan buruh. Namun, klaim Airlangga tersebut dibantah oleh KSPI.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea membantah pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait ucapan yang menyebut buruh telah setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. “Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).
Andi menyarankan sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan buruh sebelum merumuskan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia mengatakan, buruh malah tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnimbus Law tersebut. Lalu, sebenarnya, apa saja poin-poin dalam RUU sapu jagat tersebut? Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, sesuai hasil pembahasan terakhir per 17 Januari 2020, telah diidentifikasi sekitar 79 UU dan 1.244 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dengan rincian:
1) Penyederhanaan Perizinan: 52 UU dengan 770 pasal;
2) Persyaratan Investasi: 13 UU dengan 24 pasal;
3) Ketenagakerjaan: 3 UU dengan 55 pasal;
4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M: 3 UU dengan 6 pasal;
5) Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal;
6) Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal;
7) Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal;
8) Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal;
9) Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal
10) Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal; dan
11) Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal.
Adapun untuk klaster Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan, poin-poin dalam omnibus law meliputi:
Omnibus law |
1. Upah Minimum Susi menjelaskan, di dalam omnibus law Upah Minimum (UM) dipastikan tidak akan turun serta tidak dapat ditangguhkan, terlepas dari apapun kondisi pengusahanya. Untuk kenaikan UM akan memperhitungkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. “UM yang ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja baru dan berpengalaman kerja di bawah satu tahun, sedangkan kalau kompetensi mereka lebih akan bisa diberikan lebih dari UM. Sistem pengupahan mereka didasarkan pada struktur dan skala upah,” katanya. Adapun untuk industri padat karya, pemerintah dapat memberi insentif berupa perhitungan upah minimun tersendiri dengan alasan untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja. Selain itu untuk skema upah per jam bisa diterapkan untuk bjenus pekerjaan tertentu seperti konsultan, pekerja paruh waktu dan jenis pekerjaan baru di era ekonomi digital. Selain itu, di dalam penjelasan dikatakan untuk memberi hak dan perlindungan bagi jenis pekerjaan tersebut, perlu pengaturan upah berbasis jam kerja, yang tidak menghapus ketentuan upah minimum.
2. Pemutusan Hubungan Kerja Susi pun menjelaskan, pemerintah menyiapkan program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut Susi, Pegawai yang terkena PHK akan mendapatkan manfaat dari pemerintah. "JKP tidak menggantikan jaminan sosial lain. Ini tambahan baru pemerintah," ujarnya. Manfaat JKP berupa cash benefit, vocational training, dan job placement acces. Sebelumnya, Menko Airlangga juga sempat menyatakan, manfaat uang tunai yang diberikan kepada pegawai PHK bakal dilakukan selama enam bulan berturut-turut. Penambahan manfaat JKP dikatakan tidak akan menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan. Selain itu, pekerja yang mendapatkan JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKm). Untuk memberikan perlindungan bagi Pekerja Kontrak, diberikan perlakuan dalam bentuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja. Baca juga: Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Suasana Demo buruh terkait Omnibus Law 20 Januari 2020 |
3. Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) Di dalam file Penjelasan Lengkap Omnibus Law dipaparkan, pekerja kontrak mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3, dan hak atas kompensasi akibat pengakhiran kerja atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Adapun untuk pekerja ekonomi digital yang sifatnya tidak tetap, maka akan mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Sementara untuk pekerja outrsourcing (alih daya), baik yang bekerja sebagai pekerja tetap maupun kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama antara lain dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3 dan hak atas kompensasi akibat pengakhiran kerja atau PHK.
4. Waktu Kerja Di dalam omnibus law di atur, waktu kerja paling lama 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu, dengan pekerjaan yang melebihi waktu kerja diberikan upah lembur. Adapun pelaksanaan jam kerja diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Adapun untuk beberapa pekerjaan yang karena sifatnya, aturan tersebut mengecualikan jenis pekerjaan yang tidak bisa menerapkan jam kerja normal 8 jam per hari seperti pekerjaan paruh waktu yang kurang dari 8 jam per hari dan pekerjaan pada sektor-sektor tertentu (migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan) yang memerlukan jam kerja yang lebih panjang dari jam kerja normal. "Jenis pekerjaan tersebut menerapkan jam kerja sesuai dengan kebutuhan kerja yang bersangkutan, namun tetap mengedepankan perlindungan bagi pekerja antara lain: upah, termasuk upah lembur, perlindungan k3, dan jaminan sosial," tulis penjelasan RUU Omnibus Law tersebut
Sumber
Narahubung: Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono (0811-1148-981)
https://money.kompas.com/read/2020/01/20/080941626/hari-ini-buruh-demo-tolak-omnibus-law-cipta-lapangan-kerja-apa-saja-isi-ruu?page=all
Tidak ada komentar