Breaking News

“Selamat ya, upahmu lebih tinggi dari DKI Jakarta.”


Seorang peserta aksi sedang mengangkat tuntutan kenaikan upah 30% tahun 2015 dalam sebuah aksi di Jawa Timur. | Foto: Kascey
Seorang peserta aksi sedang mengangkat tuntutan kenaikan upah 30% tahun 2015 dalam sebuah aksi di Jawa Timur. | Foto: Kascey
Kami sedang melakukan rapat evaluasi perjuangan UMK 2015 di Sekretariat DPP FSPMI, Jakarta, ketika mendapat kabar jika Gubernur Jawa Timur secara resmi sudah mengeluarkan surat keputusan tentang besaran upah minimum Kabupaten/Kota se-Jawa Timur. Seperti halnya yang dirasakan buruh di provinsi yang terletak di ujung timur pulau Jawa itu, kami di Jakarta menyambut dengan suka cita. Dengan kenaikan upah minimum rata-rata diatas 20%, Jawa Timur berhasil mengukir dua sejarah sekaligus.
Pertama, inilah untuk pertamakalinya, upah minimum di Jawa Timur melampaui
upah minimum di DKI Jakarta. Sebagaimana kita tahu, baru-baru ini Gubernur Ahok menetapkan upah minimum provinsi DKI Jakarta hanya Rp. 2.700.000. Tetapi upah daerah padat industri yang berada di ring 1 Jawa Timur melampaui upah minimum di ibu kota negara. Kota Surabaya, misalnya, upah minimumnya ditetapkan sebesar Rp 2.710.000. Gresik ditetapkan di angka Rp 2.707.500, sedangkan Sidoarjo sebesar Rp 2.705.000.
Kedua, mereka berhasil memperjuangkan kenaikan upah sebesar lebih dari Rp. 500.000. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, maka kenaikan upah terbesar berhasil diraih oleh Mojokerto, yang naik Rp. 645.000. Ini sekaligus mengukuhkan Mojokerto sebagai daerah yang berhasil memperjuangkan kenaikan upah minimum sesuai target awal, 30 persen. Berikutnya adalah Sidoarjo, naik Rp. 515.000. Pasuruan, naik Rp. 510.000. Gresik, naik Rp. 512.500, dan Surabaya naik Rp. 510.000.
Hati saya bergetar mendengar kabar itu. Ada semacam perasaan bahagia yang terlampaui sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Saya teringat, pada akhir bulan September hingga Oktober yang lalu, saya sempat berkeliling di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur. Mulai dari Mojokerto, Gresik, Surabaya dan Sidoarjo. Memang, saat itu saya membawa misi Tim Media DPP FSPMI untuk menyebarkan budaya literasi di kalangan aktivis buruh. Bukan dalam kaitan dengan perjuangan upah. Akan tetapi, pada saat yang sama, sesungguhnya saya juga sedang mengagumi militansi kawan-kawan Jawa Timur dalam memperjuangkan upah layak.
Saya menjadi saksi mata atas itu semua.
Kekaguman saya dengan perjuangan kawan-kawan Jawa Timur sebenarnya sudah sejak lama. Aksi-aksi yang mereka lakukan hampir setiap hari. Keberhasilan mempidanakan pengusaha yang melakukan union busting dan membayar upah dibawah upah minimum. Hingga beberapa pemimpinnya yang pernah merasakan dinginnya lantai penjara. Tetapi, itu semua tidak juga mengendorkan semangatnya untuk tetap melawan.
Kalaupun hari ini mereka berhasil mendapatkan upah sebagaimana yang mereka inginkan, itu memang sebanding dengan perjuangan yang mereka lakukan. Kabarnya, mereka bahkan harus melakukan aksi selama 4 (empa) hari berturut-turut ke gedung Grahadi untuk memaksa Pakde Karwo menandatangani surat keputusan itu.
Jika ditanya, apakah dengan upah 2,7 juta sudah membuat hidup kaum buruh menjadi benar-benar layak? Tentu saja, tidak.
Tetapi saya percaya, ini adalah capaian yang sangat penting. Yang meningkatkan kepercayaan diri kita semua, bahwa apa yang kita lakukan selama ini tidak lah sia-sia.
sumber : http://fspmi.or.id/selamat-ya-upahmu-lebih-tinggi-dari-dki-jakarta.html
Catatan Ketenagakerjaan: Kahar S. Cahyono

Tidak ada komentar