Breaking News

“Karena Persatuan Adalah Keharusan”

Presiden KSPI, KSPSI dan KSBSI dalam sebuah aksi di depan Gedung DPR RI, 26 November 2014. | Foto: Ocha Hema-One

Vice Presiden FSPMI (Obon Tabroni), Presiden KSPI (Said Iqbal), KSPSI (Andi Gani Nena Wea) dan Presiden KSBSI (Mudhofir) dalam sebuah aksi di depan Gedung DPR RI, 26 November 2014. | Foto: Ocha Hema-One
Buruh bersatu tak bisa dikalahkan.
Sejak pertamakali mengenal serikat pekerja, belasan tahun yang lalu, kalimat diatas sudah sedemikian familiar di telinga saya.  Bisa jadi, itu adalah ajaran paling purba dari gerakan serikat pekerja. Adanya kesadaran bahwa hanya dengan persatuan kaum buruh bisa mendapatkan kekuatan, menjadikan keberadaan serikat pekerja tetap relevan hingga kapan pun.



Saya kira, ‘persatuan’ menjadi kata kunci. Tanpa itu, barangkali, buruh tidak memerlukan lagi organisasi untuk memperjuangkan hak dan kepentingannya. Persatuan adalah syarat mutlak jika kita ingit gerakan rakyat menjadi kuat. Sehebat apapun organisasi kita, kalau hanya sendiri, tetap saja menjadi “setitik debu di padang pasir”. Tak akan memberikan manfaat apa-apa. Kecuali sekedar kebanggaan — dan itu pun semu.
Menyadari betapa pentingnya persatuan bagi gerakan buruh, tak terhitung berapa banyak pertemuan, diskusi, hingga seminar yang diselenggarakan. Semua itu merupakan ikhtiar untuk mewujudkan persatuan dalam wujud yang lebih konkret. Bekerja dalam praktek. Tidak lagi sekedar teori yang dituangkan dalam tulisan. Menjadi kata-kata indah dalam setiap perdebatan.
Saya selalu percaya ini: perubahan hanya bisa dilakukan dengan tindakan, bukan sekedar kata-kata manis di bibir saja.
Itulah sebabnya, ketika mengetahui MPBI kembali dihidupkan, saya merasa menjadi salah satu orang yang paling berbahagia di dunia. Mengapa? Karena, memang, itu adalah langkah yang benar. Sudah seharusnya buruh bersatu untuk merebut kesejahteraannya.
Apalagi persatuan kali ini akan jauh lebih besar. Didalamnya melibatkan federasi serikat pekerja lainnya yang totalnya mencapai 40 federasi serikat pekerja.
Satu hal yang penting untuk dicatat, persatuan ini bukan untuk mendukung Jokowi dengan KIH-nya maupun Prabowo dengan KMP-nya. Persatuan ini digagas, setidaknya untuk memperjuangkan 7 tuntutan: (1) Revisi Upah minimum kabupaten/Provinsi dengan angka minimal Rp 3 jutaan di DKI Jakarta, Botabeka serta daerah padat Industri lainnya, serta merevisi permenaker 12/2013 tentang KHL dari 60 menjadi 84 item; (2) Tolak kenaikkan harga BBM sebesar Rp 2000/liter karena efek bola saljunya yang telah menaikkan harga lainnya sehingga menurunkan daya beli dan menaikkan angka inflasi dan angka kemiskinan serta Gini Koefisien; (3) Perbaiki program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan khususnya terkait fasilitas klinik/RS dan jumlah Peserta Bantuan Iuran (PBI) agar seluruh rakyat Indonesia bisa mendapatkan Jaminan Kesehatan tanpa batasan biaya; (4) Implementasi Jaminan pensiun per 1 Juli 2014 tanpa pentahapan untuk pekerja swasta, dengan manfaat bulanan yang diterima saat usia pensiun sebesar 75% dari gaji terakhir; (5) Hapus sistem kerja outsourcing, terutama di BUMN dan angkat para pegawai dan guru honor menjadi PNS; (6) Revisi UU TKI hingga Juni 2015 dan sahkan RUU PRT; dan (7) Hentikan kekerasan aparat kepolisian dalam pengamanan aksi aksi buruh, mahasiswa, dan rakyat Indonesia.
Dari 7 tuntutan itu, sebenarnya ada 2 tuntutan utama. Pertama, menolak kenaikan harga BBM, dan yang kedua adalah melawan upah murah.
Dalam pertemuan di Gedung Joeang pada hari Kamis (27/11/2014) yang lalu, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menegaskan, inti dari dari perjuangan buruh adalah melawan upah murah yang jelas-jelas memiskinkan kaum buruh. Tidak ada niatan untuk melakukan pamakzulan terhadap Presiden, misalnya. Kita sepakat dengan itu. Tak berlebihan jika kemudian kita bisa bersatu. Ada kesamaan dalam platform perjuangan. Dan ini adalah PRINSIP.
Bagi KSPI, ketika Mahkamah Konstitusi mengukuhkan kemenangan Jokowi – JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, dukung-mendukung calon presiden sudah selesai. FSPMI, misalnya, salah satu federasi yang menjadi afiliasi KSPI ini pada tanggal 11 – 13 Agustus 2014 menyelenggarakan konvensi nasional dengan mengambil tema “Konsolidasi Gerakan dan Pemantapan Program Kerja FSPMI 2014.” Dalam konvensi yang dihadiri pendiri dan pimpinan FSPMI dari seluruh Indonesia ini, FSPMI juga mengundang beberapa orang aktivis dari luar organisasi untuk memberikan kritik dan saran. Hasilnya, organisasi ini kembali fokus untuk memperjuangkan isu yang sudah mereka lakukan bertahun-tahun lalu seperti upah, jaminan sosial, outsourcing dan kekerasan terhadap aktivis buruh. Sesuatu yang kemudian tercermin dalam statement dan tindakan nyata melalui aksi-aksi yang mereka lakukan. Dan jika kemudian FSPMI kembali bergerak ke jalan, itu tidak ada kaitan dengan KMP, karena kontrak politik yang dilakukan hanya sebatas pada pemilihan Presiden. Ini adalah prinsip kami.
Kembali ke Gedung Joeang, yang menandai kembalinya MPBI setelah lebih dari 1 tahun ini tak terdengar kabarnya. Dalam pertemuan yang juga dihadiri para aktivis yang dikenal berasal dari kalangan pergerakan kiri itu, saya rasa tidak ada agenda yang tersembunyi. Ini murni untuk melawan upah murah dan kenaikan harga BBM.  Dua isu utama yang hari-hari ini semakin kuat disuarakan.
Buruh bersatu tak bisa dikalahkan.
Tidak ada yang salah dari persatuan yang sangat konkret terkait apa yang menjadi maksud dan tujuan:melakukan mogok nasional untuk memperkuat perlawanan rakyat terkait dengan kenaikan BBM dan upah murah. 
Saya setuju dengan pernyataan Budi Wardoyo. Ada 3 syarat untuk membangun aliansi. Pertama, ada kesamaan tuntutan (isu atau platform) yang akan diperjuangkan bersama. Kedua; demokratis dan setara — semua pihak yang terlibat dalam Aliansi mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Ketiga; menghargai perbedaan yang ada diantara anggota Aliansi — termasuk memberikan keleluasaan bagi anggota Aliansi untuk mengkampanyekan posisi-posisinya yang belum disetujui oleh Aliansi.
Salah besar jika ada yang mengatakan persatuan ini dilakukan tanpa prinsip. Sebaliknya, justru karena prinsip itulah kami dipersatukan kembali. Sebaliknya, yang sesungguhnya tak berprinsip dan tak berkepribadian adalah pihak-pihak — yang oleh Budi Wardoyo — disebut sebagai pihak yang tidak sabar, tidak dewasa, keras kepala, sok pintar dan lain sebagainya, yang justru akan membubarkan aliansi gerakan rakyat. (*)
 sumber : http://fspmi.or.id/karena-persatuan-adalah-keharusan.html
*) Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat SPAI FSPMI

Tidak ada komentar