Breaking News

Apakah Cuti Haid Harus dengan Surat Dokter?

Perusahaan kami memperbolehkan cuti haid, asal disertai surat dokter. Yang kami ketahui pada UU No. 13/2003 Pasal 81 (1) cuti haid diberitahukan kepada pengusaha (dalam hal ini atasan karyawan). Dan pada PKB kami telah diatur, bahwa cuti haid diberikan sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Kalau SDM tetap ngotot kami harus ke dokter dulu, apakah ini tidak menyalahi UU? Sebab peraturan perusahaan ini sangat menyulitkan karyawan perempuan


http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt51655436e57b1.jpgPengaturan mengenai cuti haid dapat kita jumpai dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) yang menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Selanjutnya, Pasal 81 ayat (2) UUK mengatur bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pengusaha juga wajib membayar upah apabila pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan [lihat Pasal 93 ayat (2) huruf b UUK].  Dari pengaturan di atas dapat kita ketahui bahwa UUK tidak mengatur bagaimana bentuk pemberitahuan kepada pengusaha yang dimaksud, termasuk juga
mengenai wajib atau tidaknya pekerja wanita yang sedang dalam masa haid untuk memberitahukan kepada pengusaha dengan surat dokter. Adapun ketentuan mengenai bentuk pelaksanaan pemberitahuan kepada pengusaha itu diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).
 
Anda mengatakan bahwa dalam PKB telah diatur bahwa cuti haid diberikan sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Jika memang yang diatur dalam PKB sama dengan UU Ketenagakerjaan, yakni hanya sebatas pemberitahuan kepada pengusaha jika pekerja/buruh perempuan sedang dalam masa haid merasakan sakit (pemberitahuan dalam bentuk apapun), maka pengusaha tidak dibenarkan untuk mewajibkan pekerja/buruh perempuan menyertai setiap cuti haid dengan surat dokter.
 
Sebagai referensi, kami akan memberikan contoh PKB yang di dalamnya mengatur mengenai cuti haid dan kewajiban pekerjanya untuk memberikan surat dokter yang kami akses dari laman blog Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi, dan Umum KSPI. Dalam Pasal 25 PKB tersebut dikatakan bahwa pekerja perempuan dibebaskan dari kewajiban bekerja pada hari pertama dan ke dua waktu haid dan tetap mendapat upah penuh dengan ketentuan:
1.    Pekerja wajib memberitahukan kepada Perusahaan pada hari pertama haid.
2.    Apabila ada kelainan haid pada saat bekerja, maka pekerja wajib memberitahukan pada atasannya.
3.    Apabila terjadi kelainan haid lebih dari 2 (dua) hari berturut-turut harus didukung oleh surat keterangan Dokter.
4.    Cuti haid tidak mengurangi hak cuti tahunan.
 
Berdasarkan contoh di atas bisa kita ketahui bahwa pemberitahuan tidak wajib disertai surat keterangan dokter (dalam hal haid di hari pertama dan ke dua). Akan tetapi, apabila ada kelainan haid lebih dari dua hari berturut-turut, maka pemberitahuannya harus disertai dengan surat dokter.
 
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa bisa saja perusahaan memberlakukan ketentuan mengenai kewajiban menyertakan surat dokter terkait pemberitahuan cuti haid. Namun, apabila Anda dan pekerja perempuan lainnya keberatan dengan pengaturan dalam perusahaan tersebut, Anda bisa menyelesaikannya secara kekeluargaan, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit. Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penjelasan lebih lanjut mengenai pilihan upaya yang dapat ditempuh oleh pekerja jika terjadi perselisihan dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:

Sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt532bb6e88b46b/apakah-cuti-haid-harus-dengan-surat-dokter?

Tidak ada komentar