Sudah tau Mediasi dan Konsiliasi ?
Mediasi
Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini
diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 16 UU PPHI. Mediasi dipimpin oleh mediator
yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota. Kadang menggunakan nomenklatur sukudinas
ketenagakerjaan (sudinaker).
Mengenai ruang lingkup perselisihan, mediasi
tergolong sebagai lembaga alternatif yang lebih istimewa ketimbang konsiliasi
dan arbitrase. Betapa tidak. Dari empat jenis perselisihan hubungan industrial,
tidak ada satu pun yang lepas dari jangkauan ruang lingkup mediasi.
Keistimewaan lain mediasi terlihat dari bunyi
Pasal 4 Ayat (4). Pasal itu merumuskan, dalam hal para pihak tidak
menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu
tujuh hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. Artinya, tanpa susah payah, mediator pasti
akan kebagian mengurusi kasus perselisihan hubungan industrial.
Dalam menjalankan tugasnya, mediator harus
mengupayakan agar tercapai kesepakatan di antara pihak yang bertikai. Jika
terwujud, maka kesepakatan perdamaian itu dituangkan dalam sebuah perjanjian
bersama. Si mediator tentunya ikut menandatangani perjanjian itu dalam
kapasitasnya sebagai saksi. Lebih lanjut perjanjian itu
kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Namun dalam
praktik, upaya mediator mendamaikan para pihak lebih sering menemui kegagalan.
Jika demikian, maka mediator akan mengeluarkan sebuah anjuran tertulis yang
isinya meminta agar salah satu pihak melaksanakan atau tidak melaksanakan
sesuatu.
Apabila tidak
ada keberatan dari para pihak atas anjuran tertulis, maka para pihak harus
menuangkan kesepakatannya kedalam perjanjian bersama. Lagi-lagi perjanjian
bersama itu harus didaftarkan ke PHI. Tapi jika para pihak merasa tidak puas
dengan anjuran tertulis, para pihak menyelesaikan perselisihannya ke PHI.
Konsiliasi
Jika lembaga
mediasi boleh menangani semua jenis perselisihan hubungan industrial, tidak
demikian dengan konsiliasi. Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 UU PPHI, konsiliasi
hanya berwenang menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, konsiliasi tidak berwenang atas perselisihan
hak.
Seorang
konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan
tertulis dari para pihak. Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah
kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan
tugasnya, konsiliator yang nota bene adalah pihak swasta yang independen, dapat
memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar
keterangannya.
Sama halnya
dengan mediator, konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak
tercapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian
tercapai, maka konsiliator bersama dengan para pihak dapat menandatangani
perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan ke PHI.
Arbitrase
Ruang lingkup
arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit
ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Sama halnya
dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak
berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis. Kesepakatan itu tercantum
dalam perjanjian arbitrase yang berisikan nama lengkap dan alamat para pihak
yang berselisih, pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan, jumlah
arbiter yang disepakati, pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase
serta tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.
Prosedur untuk
berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para
pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian
penunjukan arbiter. Di
sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa
arbiter. Dalam perjanjian penunjukan arbiter ini, salah satu yang dibahas
adalah biaya arbitrase dan honorarium arbiter.
Sebelum memulai persidangan arbitrase, biasanya
arbiter berupaya mendamaikan para pihak. Jika berhasil, maka akan dibuatkan
perjanjian bersama yang didaftarkan ke PHI. Sebaliknya, jika upaya mendamaikan
gagal, persidangan arbitrase dilanjutkan dengan pemanggilan para saksi. Produk
dari persidangan arbitrase ini adalah putusan arbitrase yang sifatnya final dan
mengikat. Bahkan putusan arbitrase ini juga dilengkapi dengan irah-irah lazimnya
putusan pengadilan yang berbunyi �Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa'.
Tidak ada komentar